Browser dianjurkan menggunakan Mozzila Firefox
01 Feb
SIARAN PERS
SENIN, 1 Februari 2021
PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO MENJAGA “TETAP” SEHAT DI TENGAH PANDEMI
Beberapa perkantoran di Purwokerto baik instansi daerah atau pusat terpaksa “lockdown” sementara waktu karena ada pegawainya yang positif terinfeksi virus corona. Penutupan terpaksa dilakukan untuk menghindari terjadinya cluster baru dan penularan yang lebih masif lagi.
Melihat dari kondisi global sampai lokal, Protokol Kesehatan (Prokes) menjadi harga mati yang harus diterapkan secara mutlak. Saat melewati Pos Pengamanan Pengadilan Negeri Purwokerto, meskipun sudah menggunakan masker, Petugas tetap melakukan cek suhu tubuh. Bagi pihak luar pengadilan diminta untuk mencuci tangan di tempat yang disediakan. Begitu pula ketika yang datang itu adalah Ketua Komisi Yudisial, Prokes tetap dijalankan. Hal ini merupakan pemandangan keseharian yang sudah membudaya tidak hanya di pengadilan tapi di semua tempat umum.
Sejak pandemi masuk Indonesia di bulan Maret 2020, Pimpinan Pengadilan telah bergerak cepat memenuhi Prokes seperti menyediakan tempat cuci tangan di depan kantor dan di area tunggu, hand sanitizer di semua akses umum dan akses terbatas yang dilewati, tanda verboden (cross) di kursi layanan, bahkan stok masker selalu tersedia untuk mengantisipasi warga pengadilan atau luar pengadilan yang ingin mengganti masker.
Melihat fakta dari beberapa kantor di Purwokerto yang terpaksa “lockdown”, tentu menjadi pertanyaan “mereka sudah pasti menjalankan Prokes tapi tetap juga terinfeksi, kenapa?, kami tidak berhak menjawabnya. Kami hanya bisa berasumsi, bahwa Prokes seperti masker, cuci tangan dan jaga jarak adalah standar minimal untuk tetap sehat. Karena itu Pengadilan Negeri Purwokerto juga menambahkan Prokes lainnya, seperti penyemprotan disinfektan dilakukan tidak hanya secara rutin, tapi juga dilakukan secara insiden seperti selesai sidang offline, atau saat dirasa ramai. Meskipun Prokes yang disediakan dan dilaksanakan sudah memadai, kenyataannya warga pengadilan juga punya Prokes pribadi dengan membawa semprotan disinfektan dan hand sanitizer di kantongnya dengan alasan lebih hemat waktu apalagi kalau pekerjaan sedang banyak.
Ketegasan pimpinan dan kesadaran bersama dibuktikan saat ada pegawai yang melaporkan dirinya usai kontak dengan orang positif corona di tempat tinggalnya, atau ada yang terlihat kurang sehat. Pimpinan langsung mengambil kebijakan dengan menyuruh yang bersangkutan istirahat di rumah dan menjalankan rapid tes.
Di persidangan, sebelum pandemi ada protokol anti grafitasi yang dibaca, sekarang ditambah dengan menyampaikan Protokol Kesehatan yaitu, mempersilahkan dalam persidangan jika para pihak ingin menerapkan Prokes-nya sendiri seperti melakukan penyemprotan di sekitarnya termasuk menggunakan Handsanitizer yang disediakan, “sehatmu sehatku, sehatku sehatmu” kata KPN Purwokerto.
Bagi warga pengadilan, ada dua sumber potensi terinfeksi corona. Pertama dari orang luar dan kedua dari dokumen yang diterima. Sumber pertama (dari orang luar) utamanya berpotensi kepada Petugas Pengamanan. Sumber kedua (dari dokumen) utamanya berpotensi kepada Bagian Umum Keuangan, Pidana, Perdata dan Bagian Hukum. Kedua sumber tersebut (dari orang luar dan dokumen) ada pada Hakim yaitu saat pihak mengajukan dokumen surat di perkara perdata. Untuk orang bisa disiasati dengan sekat arklirik, tapi dokumen terpaksa harus disentuh dan dibalik setiap lembarnya, ini tidak bisa dilakukan jika Hakimnya menggunakan sarung tangan.
Bagi Hakim, Potensi tersebut menjadi lebih masif lagi pada saat mediasi. Berada dalam satu ruangan dengan orang yang entah darimana, bertemu dengan siapa, sekarang bertemu di dalam ruangan yang lebih kecil dari ruang sidang. Beruntung kalau perkaranya perceraian, pihaknya hanya dua orang, kalau pihaknya ramai? tentu akan semakin dekat jarak duduknya, semakin lama proses mediasinya dan semakin “horror” rasanya.
Mungkin ada yang mengatakan, “mediasinya di ruang sidang atau tempat lain yang penting masih di pengadilan”, “jangan lama-lama” “lakukan secara teleconference, dan seterusnya”. yang seperti itu hanyalah pendapat out the box karena tidak bisa menjangkau kondisi riil dan ekses yang timbul. Satu contoh, dalam mediasi prinsipalnya ada sepuluh orang, kalau pembicaraan mereka dibatasi bagaimana bisa mereka bernegosiasi apalagi sampai kepada perdamaian. Untuk meminimalkan potensi terinfeksi, yang bisa dilakukan hanyalah “break – open” dan memberdayakan kaukus.
Alhamdulillah, sebagai ungkapan rasa syukur. Kesadaran kolektif dan kesadaran pribadi dari setiap PTT sampai ASN membuat Pengadilan Negeri Purwokerto tidak termasuk dalam deretan panjang yang terinfeksi virus corona, sehingga layanan pengadilan tetap berjalan normal.
Semoga pandemi cepat berakhir dan semoga kita sehat selalu.
Deny Ikhwan
Hakim PN Purwokerto